October 20, 2013

CUKUP BERHARGAKAH IA?

0 komentar

Beberapa waktu ini ada berita yang menarik perhatian saya. Seorang direktur melamar putri tanpa lengan. Saya penasaran, putri dari negara mana yang tidak punya lengan tapi kemudian dinikahi oleh seorang direktur? Ternyata, ia bukanlah seorang putri, melainkan namanyalah Putri. Berawal dari tulisan si gadis di dunia maya, sang direktur akhirnya mempunyai kesan tersendiri setelah membaca dan mengetahui kisah hidupnya; ia ingin mengenal gadis itu lebih dekat. Akhirnya, sesuai dengan berita yang saya singgung sebelumya, keduanya menikah.

Kesannya romantis sekali ya. Seperti novel atau drama cinta saja. Hal yang demikian ternyata benar-benar terjadi di dunia nyata. Seseorang yang bisa menerima keadaan pasangannya, bagaimanapun ia. Saya yakin sang direktur melakukannya karena ia melihat pasangannya cukup berharga untuk menerima lamarannya. Apapun kata orang, ia pasti sudah memikirkan baik-baik keputusannya itu. Ia tahu bahwa lamarannya adalah pengorbanan (ah, bukan!), pemberian yang pantas untuk wanita yang istimewa baginya.

Tidak jauh beda dengan berita yang satu ini. Seorang bapak meninggal ketika mengantri untuk mendapatkan daging kurban. Kita yang mendengar berita ini mungkin akan merasa miris, banyak orang rela berdesak-desakan, saling mendorong, bahkan (mungkin tidak sadar) menggencet atau menginjak orang lain demi sepotong daging. Alhasil, satu nyawa melayang. Kira-kira, apa yang membuat orang sebanyak itu rela mengantri sampai segitunya? Bukankah karena mereka merasa bahwa sepotong daging itu cukup berharga untuk menerima pengorbanan mereka?

Kalau sikap kita setiap kali memberi seperti ini, menganggap bahwa orang atau pihak yang menerima pemberian kita cukup berharga, maka kita pasti akan memberi dengan tidak tanggung-tanggung. Nilai keputusan pemberian kita pasti tidaklah kecil, karena kita pasti akan memberi dengan segenap hati dan kerelaan, bahkan jika itu adalah pengorbanan yang besar. Bagaimana bisa? Karena itu tadi, kita melihat mereka cukup berharga untuk menerima pengorbanan kita. Sekarang, bisakah kita melihat Allah dan setiap orang di sekita kita cukup berharga untuk menerima pengorbanan kita?
Continue reading ...

October 17, 2013

TUGAS ISTIMEWAKU

0 komentar

Menerima tugas besar bisa menjadi kebanggaan tersendiri. Kita mendapat kepercayaan yang demikian menandakan bahwa kita orang yang dapat dipercaya dan diandalkan. Akan tetapi, jika tanggung jawab itu menuntut pengorbanan yang tidak sedikit juga dari kita, akankah kita tetap mengambilnya dan merasa bangga atasnya? Jika tugas besar itu harus kita bayar dengan harga yang mahal, apakah kita tetap menerimanya dengan senang hati dan sukarela?

Maria adalah seorang wanita yang menurut saya sangat berani. Ketika malaikat Tuhan datang kepadanya, kita pasti langsung berpikir bahwa Maria menerima anugerah yang sangat besar. Namun, di balik kedatangan sang malaikat, ada tugas besar yang menuntut tanggung jawab besar dari Maria. Ia diminta untuk mengandung bayi Yesus sebelum ia resmi menikah dengan Yusuf. Ia diminta untuk mengambil resiko dicela banyak orang jika hal itu benar terjadi. Ia diminta untuk memberikan kebebasan, waktu, pikiran dan tenaga yang seharusnya digunakan untuk keluarga barunya demi bayi ajaib itu. Ia diminta untuk menjaga bayi Juruselamat, meski ia harus menjadi pelarian di Mesir. Ia diminta untuk tabah dan kuat, melihat anak yang pernah lahir dari kandungannya mati disiksa di hadapan banyak orang. Ia diminta untuk berkorban jauh lebih besar dari ibu manapun di dunia ini.

Apa yang bisa kita pelajari dari Ibu Maria? Jawabannya, banyak sekali, dan salah satunya adalah tentang tanggung jawab. Kalau kita menerima tugas seberat itu, relakah kita menerimanya? Mungkin kita akan meminta waktu kepada malaikat untuk memikirkannya, mungkin juga kita akan langsung menolak begitu mendengarnya. Tapi berbeda dengan Maria, ia dengan rendah hati menaati amanat itu, ia bahkan merasa dirinya layak untuk disebut berbahagia karena tugas istimewa itu. Sungguh Allah tidak salah pilih wanita, Maria adalah seorang wanita yang luar biasa.

Tugas apa yang Tuhan percayakan kepada kita hari-hari ini lewat orang-orang di sekitar kita? Apakah kita menerimanya dengan semangat? Apakah awalnya kita mengiyakannya dengan semangat, lalu sekarang kita mulai merasa lelah? Ataukah kita langsung menolaknya? Ketika Tuhan datang kepada kita dengan sebuah tugas, maka itu berarti kita orang yang istimewa untuk tugas istimewa itu. Jangan menolak atau mengerjakannya dengan setengah hati karena Tuhan sedang menjalankan rencana-Nya lewat tanggung jawab itu. Jangan merasa diri tidak mampu karena Tuhan pasti akan memampukan kita untuk menyelesaikannya, karena begitu Ia datang kepada kita, dalam hati-Nya Ia tahu bahwa kitalah orang yang tepat untuk mengerjakannya. Jadi, jangan lari atau berhenti. Terima dan kerjakan saja!! Go! Go! Go!
Continue reading ...

October 15, 2013

MENGEJAR KEKEKALAN

0 komentar

Saya merasa heran dengan berita-berita yang muncul di media massa akhir-akhir ini. Kebanyakan isinya adalah tentang korupsi. Pimpinan MK jadi tersangka korupsi. Seorang gubernur juga dikabarkan membentuk struktur pemerintahan dinasti dan diduga korupsi. Tidak berhenti di situ, beberapa teman saya juga sharing tentang kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di tempat mereka melayani, dan semua itu berhubungan dengan uang dan kedudukan. Dalam hati saya bertanya-tanya, sepenting itukah uang dan jabatan sampai-sampai orang tidak lagi takut dengan Tuhan? Kalau bukan orang Kristen saya mungkin tidak akan terlalu heran, tapi kalau mereka Kristen, pelayanan, hamba Tuhan bahkan??

Alkitab mengatakan bahwa umur manusia di dunia mungkin berkisar antara 70-80 tahun. Waktu yang kelihatannya lama untuk dijalani, namun sebenarnya singkat jika dinikmati. Tapi di luar itu, apakah kita tidak hidup sama sekali? Atau jika roh kita yang hidup, dalam masa apakah kita hidup? Kekekalan jauh lebih panjang dari sekedar 70-80 tahun, bahkan 80 tahun mungkin hanya satu titik kecil dari benang panjang kekekalan. Jadi, seberapa pentingkah harta dan kedudukan manusia di dunia bagi satu benang kekekalan yang tak terbatas?

Kalau saja saya tidak pernah membaca Alkitab dan mengetahui tentang kekekalan, surga dan neraka, saya mungkin akan hidup di dunia dengan bebas, semau saya. Hidup bagi diri sendiri, demi memenuhi keinginan saya sendiri. Saya tidak akan merasa peduli tentang orang lain, saya akan sangat giat mencari uang dan mengejar jabatan tertinggi. Tapi karena saya tahu bahwa hidup di dunia tidaklah semudah dan senyaman itu, saya tidak bisa berbuat seenaknya. Ada konsekuensi dari setiap tindakan saya, dan itu berdampak pada kekekalan-apakah saya layak untuk berada satu tempat bersama-sama dengan Allah atau sebaliknya, dihalau dari pada-Nya?

Mereka yang mengenal Allah dan tahu isi hati-Nya akan belajar untuk tunduk serta takut akan Dia. Mereka tidak akan hidup sembarangan dan serampangan, berbuat ini dan itu, karena mereka tahu hanya ada dua jalan yang menanti di kekekalan, surga dan neraka. Di luar semua rasa takut akan neraka, mereka yang mengenal Allah pasti tidak ingin melakukan hal-hal yang menyenangkan diri mereka sesaat, namun menyakiti hati-Nya. Entah itu uang ataupun kedudukan tidak akan dapat menyerongkan jalan mereka dari Allah, karena mereka tahu bahwa yang bersifat kekal jauh lebih berharga dari pada yang tidak kekal.

Bapa, terima kasih untuk kasih-Mu lewat peringatan-peringatan-Mu. Ajarku untuk mengerti dan mengejar kekekalan dalam-Mu, meski itu berarti tidak ada harta yang belimpah ataupun kedudukan tinggi padaku. Di dalam nama Tuhan Yesus, Amin.
Karena harta benda tidaklah abadi. Apakah mahkota tetap turun-temurun?
Amsal 27:24
Continue reading ...

October 11, 2013

TEMPAT PELARIANKU

0 komentar

Saat semua terjadi di luar harapan
saat situasi tak lagi terkendali akal pikiran
itulah saatnya ku berdiam dan bernafas tenang

Kejadian demi kejadian mengalir bersama angin
menanti waktunya untuk dinyatakan
Aku bisa berusaha dan berupaya
namun tak semua hal terjadi sesuai anganku

Aku mungkin bersedih dan kecewa
aku mungkin menangis dan meratap
tapi apa itu mengubah keadaan
apakah itu dapat merubah kenyataan?

Aku bisa saja marah dan memberi jawab
aku bisa saja bangkit dan memberi perlawanan
tapi apa itu akan berdampak baik
apakah itu sesuai dengan kehendak-Mu?

Aku akan memilih jalan-Mu
dalam diam dan doa
Aku akan memilih cara-Mu
dalam berkat dan bukan kutuk

Izinkan aku mengatakan "Berbahagialah"
biarkan aku mengatakan "Diberkatilah"
Jauhkanlah aku dari pilihan yang salah
mencari pembalasan untuk diriku sendiri

Engkaulah jawaban atas segala keadaan
dan kepada-Mulah aku akan berserah
ya Allah, yang tidak pernah tidur
Continue reading ...

October 09, 2013

AKU MAU PERCAYA

0 komentar

Untuk pertama kalinya saya membonceng ibu saya bersepeda motor. Sebelumnya beliau lebih senang mengayuh sepeda sendiri, hingga akhirnya saya memutuskan untuk membujuknya agar mau saya antar, mengingat usia beliau sudah semakin lanjut dan tidak boleh terlalu capai. Bujukan saya berhasil, beliau bersedia untuk bersepeda bersama saya.

Beberapa kali pertama saya membonceng beliau, saya merasa sedikit kesulitan dan kelelahan. Kok bisa? Padahal saya tidak perlu mengayuh atau mengeluarkan usaha dan tenaga besar selama mengantarnya. Saya hanya perlu mengarahkan kemudi ke depan, ke kanan, atau ke kiri. Saya juga hanya perlu membuka atau menutup gas dengan satu tangan dan menjaga rem belakang dengan tangan yang lain. Tapi kenapa saya merasa begitu kelelahan ya?

Setelah saya perhatikan dan bandingkan, ketika saya menyetir sendiri atau membonceng orang lain, rasanya sangat berbeda ketika saya sedang membonceng ibu saya. Beliau terasa begitu kaku. Badannya selalu condong ke kanan sehingga saya sedikit kesulitan untuk menjaga kemudi saya agar tetap lurus. Di tiap tikungan dan keramaian beliau seperti gelisah dan memegang saya erat-erat. Badannya seolah sukar untuk belok ketika saya harus belok, dan sukar untuk jejak ketika saya harus lurus. Rasanya berat sekali. Seolah saya bukan sedang membonceng melainkan sedang menggendongnya. Apakah Saudara pernah mengalami hal serupa?

Selidik punya selidik, saya akhirnya mengetahui alasan di balik "kakunya" ibu saya setiap kali saya bonceng, dan jawabannya adalah: 1. takut, 2. beliau masih belum sepenuhnya percaya kepada saya. Tuh kan? Ibu saya saja belum tentu percaya kepada saya.

Saya mungkin pernah di posisi ibu saya, saya dibonceng dan ternyata membuat orang yang membonceng saya kurang nyaman karena kekakuan (baca: ketidakpercayaan) saya. Lalu, bagaimana kalau hidup ini diibaratkan Tuhan sedang membonceng kita? Apa yang kira-kira Ia rasakan? Di luar kejadian ini saya belajar satu hal, yaitu bahwa rasa takut dan ketidakpercayaan tidak akan membawa hal baik, juga tidak akan membantu apapun. Sebaliknya, hal itu hanya akan menyulitkan, bukan hanya untuk kita sendiri, tapi juga orang yang tidak kita percayai. Kalau Tuhan adalah orang itu, ketidakpercayaan dan ketakutan kita hanya akan membuat rencana-Nya berjalan kurang mulus. Ia ingin kita belok tapi badan kita seolah tidak ingin belok. Kalau terus demikian, Ia mungkin akan menepi dan berhenti, lalu menegor kita, "Kenapa kamu tidak percaya kepada-Ku?"

Kita boleh tidak percaya kepada manusia, tapi kita wajib percaya kepada Allah. Singkirkan segala ketakutan dan ketidakpercayaan dari benak kita supaya Allah dapat dengan mudah membawa kita ke manapun Ia mau. Kita tidak ingin rencana-Nya gagal karena kesalahan kita sendiri, bukan?
Continue reading ...

October 05, 2013

JANGAN MALAS

0 komentar
 
Tidur? Siapa yang tidak butuh tidur? Siapa yang tidak suka tidur? Semua orang butuh tidur, selain untuk mengistirahatkan tubuh dari kelelahan berlebih, tidur juga dapat membantu otak kita untuk lebih fokus dan mengingat lebih baik. Akan tetapi, bagaimana dengan mereka yang justru suka tidur? Baikkah ini?

Alkitab mengingatkan kita agar tidak menghabiskan terlalu banyak waktu untuk tidur. Kita boleh tidur karena kita memang butuh tidur, namun terlalu sering tidur justru membuat tubuh kita terbiasa bersantai hingga akhirnya kita cenderung bermalas-malasan. Siapa yang bisa menolak nyamannya kasur dan hangatnya selimut? Siapa juga yang bisa menahan mata untuk tidak terpejam?

Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? "Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring" -- Amsal 6:9-10

Penulis Amsal menyebut mereka yang suka tidur sebagai pemalas, bukan atas dasar teori saja melainkan atas dasar fakta: terlalu sering tidur akan membuat badan kita sakit semua sehingga kita jadi malas untuk melakukan pekerjaan lainnya. Dan akibat bagi mereka yang malas adalah kemiskinan. Wah, benarkah demikian? Hanya karena tidur seseorang bisa jatuh miskin?

Ketika kita diminta untuk belajar dari semut yang menyediakan persedian musim dinginnya di musim panas, Alkitab sementara berbicara tentang hidup dengan hikmat, bagaimana menggunakan waktu dengan baik. Kita semua sama-sama punya 24 jam dalam sehari untuk dilalui, yang sebaiknya digunakan dengan baik dan bijaksana. Ketika kita tiduuuuuuurrr terus-sementara orang lain menggunakan waktunya untuk belajar dan bekerja-maka kita akan kehilangan rejeki yang sebenarnya menjadi bagian kita.

Kalau badan kita merasa lelah atau sudah tiba waktunya untuk kita beristirahat, maka ambillah waktu untuk tidur untuk memulihkan kekuatan kita. Kalau kita justru sampai pada kebiasaan di mana kita sangat suka tidur, maka ingatlah bahwa kemiskinan dan kekurangan sudah menanti di ambang pintu.

Bapa, terima kasih untuk teguran dan peringatan-Mu. Bantulah aku untuk hidup berhikmat dan tidak menyukai tidur. Ajar aku untuk menjadi anak-anak-Mu yang rajin, yang tahu bagaimana menggunakan waktu dengan baik. Terima kasih, Bapa, Amin.

Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak:  biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.
Amsal 6:6-8
Continue reading ...

October 01, 2013

APA YANG KULAKUKAN?

0 komentar

Apa yang akan kulakukan saat emosiku diuji?

Aku akan menarik nafas dalam-dalam dan berusaha menenangkan diri.
Aku akan meninggalkan mereka yang memancing emosiku dan mencari tempat untuk menyendiri.
Aku akan mencoba untuk berpikir jernih.
Aku mungkin akan muntab dalam hati tapi tetap berusaha untuk menutup mulut ini.
Aku akan menjauhkan diri dari handphone atau uang,
semua yang dapat mendorongku untuk menghubungi atau mendatangi mereka yang menyakiti hati.
Aku akan menangis sesenggukan atau meremas-remas bantal agar emosiku tersalurkan,
tapi aku tidak akan menghujat ataupun mencaci.
Setelah itu aku akan memejamkan mataku dan berkata-kata dalam doa,
mengutarakan semua isi hatiku hanya kepada Allah.
Aku akan minta kesabaran dan kemurnian hati dalam berpikir dan bertindak.
Lalu aku akan berusaha menerima semua yang Dia katakan kepadaku.
Aku akan melepas berkat dan pengampunan atas mereka yang melukai hatiku.
Aku... tidak akan mau dikalahkan oleh emosi sesaatku!
Continue reading ...
 

Copyright © Renungan Harian Maranatha Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger