Banyak orang mungkin sudah mengetahui filosofi dasar dari 'kenapa Allah menciptakan manusia dengan satu mulut dan dua telinga'. Maknanya, tidak lain dan tidak bukan adalah supaya kita lebih banyak mendengar dari pada berbicara. Akan tetapi, mengetahui saja tidaklah cukup. Masih banyak dari kita yang seringkali justru melakukan hal sebalinya, yaitu lebih banyak berbicara dari pada mendengar.
Saat teman datang kepada kita dan mencurahkan isi hatinya, apa yang sudah kita lakukan? Apakah kita sudah mendengarkan cerita, keluh kesah, dan curahan hati mereka baik-baik, ataukah kita yang sebaliknya lebih banyak berbicara, menasihati, mengajari, dan justru curhat kepada mereka?
Keinginan untuk diperhatikan dan menjadi pusat perhatian, atau setidaknya didengarkan, sudah melekat dalam diri kita masing-masing. Ada orang yang memilih untuk menyembunyikan atau tidak menonjolkan kebutuhan ini, namun ada juga yang secara terang-terangan melakukannya. Bagaimanapun bentuknya, setiap kita pasti merasa senang jika ada orang yang mau mendengarkan dan memperhatikan cerita kita. Di sinilah kita harus mengingat bahwa sebaliknya, orang lain pun ingin didengarkan dan diperhatikan.
Firman Tuhan mengajar kita untuk lebih cepat (lebih banyak) mendengar ketimbang berbicara. Ia ingin kita mendahulukan orang lain dari pada kepetingan kita sendiri. Kalaupun kita ingin memperoleh giliran berbicara, carilah waktu yang tepat, bukan ketika orang lain sedang membutuhkan telinga kita. Mari kita menjadi orang-orang percaya yang mau berlomba-lomba untuk menjadi telinga bagi orang lain, menjadi berkat walau dari mendengar saja.
Bapa, jadikanlah aku orang yang suka mendengar dan lambat untuk berkata-kata, apalagi marah. Jadikanlah aku berkat walau dengan mendengar, dan biarkanlah orang-orang melihat Engkau ada dalamku. Di dalam nama Tuhan Yesus, Amin.
Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetpi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;
Yakobus 1:19
0 komentar:
Post a Comment