Beberapa waktu lalu saya mengalami kesulitan keuangan. Saya harus menyesuaikan diri bekerja di tempat yang baru dan cukup jauh dari rumah saya. Saya berkomitmen untuk tidak terlambat ke tempat kerja, hanya saja saya cuma bisa mengandalkan angkutan umum untuk berangkat setiap harinya ke sana.
Seminggu pertama, saya tidak mendapati kesulitan berarti, baik dalam hal datang tepat waktu, maupun dalam perkerjaan saya yang baru. Saya juga masih punya cukup uang untuk bisa oper angkutan. Namun, beberapa waktu kemudian, ketika saya berangkat kerja seperti biasa, angkutan yang biasa saya naiki jam itu penuh. Dengan kata lain, saya harus menunggu angkutan berikutnya untuk bisa sampai ke tempat kerja. Saya melihat jam dan saya tahu saya tidak akan bisa sampai ke sana tepat waktu, apalagi saya masih harus oper angkutan lain yang kadang tidak kalah sulit diperoleh. Singkat cerita, hari itu, hari yang seharusnya menjadi momen yang penting dan spesial bagi saya, hari ulang tahun saya, saya justru datang terlambat ke kantor.
Sebagai anak baru, saya tidak tahu lagi apa yang harus saya perbuat. Konsekuensi keterlambatan saya tetap harus saya terima, dan keuangan saya semakin menipis saja setiap harinya. Akhirnya, saya memutuskan berangkat lebih pagi lagi (lebih baik saya tiba di kantor paling pagi, dari pada harus terlambat lagi). Dalam hati saya berdoa, "Tuhan, uang siapa yang harus saya pakai untuk tetap bisa naik angkot?"
Puji Tuhan, Tuhan itu tahu kebutuhan anak-anak-Nya. Rekan kerja saya yang belum lama saya kenal mau memberi saya tumpangan. Rumahnya berjarak 15-20 menit jalan kaki dari rumah saya, tapi saya sungguh bersyukur ia mau berbaik hati kepada saya. Bagi saya, tidak masalah harus berjalan kaki ke dan dari rumahnya, asalkan saya bisa sampai ke tempat kerja tepat waktu. Saya mengakui di hadapannya bahwa saya mungkin belum bisa memberi apa-apa untuk membalas kebaikannya sampai saya gajian nanti, namun ia tetap tidak keberatan. Sekali lagi, puji Tuhan, Tuhan itu baik.
Memberi tumpangan untuk orang lain mungkin adalah hal kecil untuk sebagian orang, namun itu adalah hal besar bagi sebagian orang lainnya, termasuk saya. Saya beryukur Tuhan memberikan apa yang saya butuhkan, tepat pada waktunya, lewat kebaikan hati yang mungkin sederhana di mata orang lain. Tuhan Yesus sungguh amat baik.
Sebagai anak baru, saya tidak tahu lagi apa yang harus saya perbuat. Konsekuensi keterlambatan saya tetap harus saya terima, dan keuangan saya semakin menipis saja setiap harinya. Akhirnya, saya memutuskan berangkat lebih pagi lagi (lebih baik saya tiba di kantor paling pagi, dari pada harus terlambat lagi). Dalam hati saya berdoa, "Tuhan, uang siapa yang harus saya pakai untuk tetap bisa naik angkot?"
Puji Tuhan, Tuhan itu tahu kebutuhan anak-anak-Nya. Rekan kerja saya yang belum lama saya kenal mau memberi saya tumpangan. Rumahnya berjarak 15-20 menit jalan kaki dari rumah saya, tapi saya sungguh bersyukur ia mau berbaik hati kepada saya. Bagi saya, tidak masalah harus berjalan kaki ke dan dari rumahnya, asalkan saya bisa sampai ke tempat kerja tepat waktu. Saya mengakui di hadapannya bahwa saya mungkin belum bisa memberi apa-apa untuk membalas kebaikannya sampai saya gajian nanti, namun ia tetap tidak keberatan. Sekali lagi, puji Tuhan, Tuhan itu baik.
Memberi tumpangan untuk orang lain mungkin adalah hal kecil untuk sebagian orang, namun itu adalah hal besar bagi sebagian orang lainnya, termasuk saya. Saya beryukur Tuhan memberikan apa yang saya butuhkan, tepat pada waktunya, lewat kebaikan hati yang mungkin sederhana di mata orang lain. Tuhan Yesus sungguh amat baik.
0 komentar:
Post a Comment