Pernahkah Anda menonton film “Taken”? Para penggemar film barat mungkin sudah tidak asing dengan film ini, karena sekuelnya, “Taken 2”, juga sudah beredar bebas di pasaran. Bagi yang belum pernah melihatnya, film ini bisa jadi referensi yang menarik untuk Anda. Namun kenapa film ini menarik perhatian saya dan saya rekomendasikan untuk Anda?
Film
ini berkisah tentang seorang ayah yang berusaha mati-matian untuk menyelamatkan
anak gadis satu-satunya yang saat itu menjadi korban penculikan dan perdagangan
manusia ketika ia bersama seorang temannya tengah berlibur ke Paris. Keberanian
dan cinta sang ayah begitu menyentuh hati saya sehingga saya dapat berkata,
“Jika ada hari ibu, seharusnya juga ada hari ayah!”
Sebenarnya
kata-kata ini tidak mudah keluar dari mulut saya, mengingat hubungan saya
dengan ayah saya tidak begitu dekat. Gambaran seorang anak perempuan yang bisa lekat
dan terbuka dengan ayahnya belum dapat menjadi gambaran tentang saya dan ayah.
Ada
waktu-waktu di mana saya sangat membenci dan tidak dapat memaafkan beliau,
yaitu ketika beliau “misuh-misuh”, mengeluh, marah-marah, tanpa ada alasan yang
berarti. Beliau memang tidak pernah memukul ataupun melukai tubuh fisik saya,
tapi keadaan yang berlangsung seumur hidup itu sangat melukai hati saya. Seorang
hamba Tuhan pernah berkata bahwa kita dapat menemukan sosok Bapa (sorga) lewat
sosok bapa kita yang ada di dunia. Dalam hati saya bertanya, “Bapa, kapan saya
bisa menemukan sosok seperti itu dalam diri ayah saya?”
Saya
pernah bertanya kepada ibu saya, “Bagaimana ibu bisa sabar menghadapi ayah?” –
mengingat beliau adalah orang yang paling saya kagumi kesabarannya di dunia,
dan beliau menjawab, “Bagaimanapun juga dia tetap suami ibu... ayah kamu. Dulu
ibu mencintainya, sekarang pun ibu mencintainya... termasuk kelebihan dan
kekurangannya. Ibu percaya Tuhan sanggup mengubahkan ayahmu, asal kita terus
bersabar, dan berdoa. Sabar ya, nduk.”
Setiap
kali saya marah kepada ayah, pertanyaan itu selalu terulang lagi dan lagi. Sampai
saatnya Tuhan menjawab lewat perenungan saya. Dia ingin saya mengasihi ayah
saya, mengampuninya, memberkatinya, mendoakannya, menyebut namanya dalam
doa-doa saya, dan tetap melakukannya dengan setia.
Sekarang
saya belajar, sedikit demi sedikit untuk lebih mengasihi ayah saya; mengingat
kebaikan-kebaikannya lebih daripada mengingat keburukannya. Memang belum bisa
menyembuhkan luka itu sepenuhnya, tapi... saya sudah memutuskan, saya tidak
akan pernah menyerah untuk mengasihi ayah saya dengan kasih Bapa sorgawi yang
juga tidak pernah menyerah untuk mengasihi saya.
Bapa di sorga,
terima kasih untuk orang tuaku, terima kasih untuk ayahku. Berkati dia.
Kasihilah dia lebih dari sebelum-sebelumnya dengan kasih-Mu yang tak bersyarat.
Aku tahu bahwa satu hari aku akan melihat-Mu dalam dirinya, Amin.
Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal,
sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu.
Yeremia 31:3b
0 komentar:
Post a Comment