Saya
berasal dari keluarga biasa, dengan suami, mertua, dan dua orang anak. Saya sudah
merasa sangat bersyukur dengan yang saya miliki sekarang, meskipun semuanya
nampak biasa-biasa saja di mata orang lain.
Sekalipun
tinggal di kota, saya dan keluarga saya memilih untuk hidup berhemat. Saat yang
lain memasak dengan kompor minyak atau kompor gas, kami masih menggunakan kayu
bakar yang dapat dengan gratis kami kumpulkan. Saat yang lain menyetrika dengan
setrika listrik, kami masih menggunakan setrika arang. Saat yang lain menggunakan
rice cooker untuk menanak nasi, kami masih menanak nasi dengan cara biasa. Saat
yang lain menggunakan air dari PDAM, kami masih menimba air dari sumur kami
sendiri. Saat yang lain menggunakan sepeda motor untuk kebutuhan sehari-hari, kami
masih menggunakan sepeda. Meskipun begitu, kami berusaha untuk mensyukuri
semuanya, dan terbukti, Tuhan selalu memelihara.
Saat
mertua saya sakit karena beliau sudah lanjut usia, kami tahu kami tidak bisa
membawanya rawat inap di rumah sakit. Karena itu, kami memutuskan untuk merawat
beliau di rumah. Keadaan ini membuat saya tidak dapat lagi bekerja di luar
rumah karena saya harus menjaga beliau. Pemasukan kami hanya tinggal dari toko
mainan yang kami kelola di rumah, dan dari pekerjaan anak-anak. Tapi sekali
lagi, Tuhan itu baik. Kami masih dipelihara dan dapat memenuhi apa-apa yang
diperlukan untuk merawat mertua saya.
Ada
satu waktu di mana televisi kami satu-satunya rusak. Sempat kami coba perbaiki
dengan bantuan tetangga, tapi yah... televisi polytron 14 inci itu memang sudah
tua, usianya sudah 18 tahun. Dan karena membeli televisi bukanlah prioritas
kami waktu itu, maka hilanglah kesempatan kami untuk mendapatkan salah satu media
hiburan kami di rumah.
Tapi
entah bagaimana Tuhan itu bekerja, yang pasti cara-Nya sungguh luar biasa. Anak
saya yang adalah seorang pemimpi sering menggambar barang apapun yang
diinginkannya di buku catatan yang sering dibawanya ke mana-mana, dan di antara
gambar-gambar itu, ia menggambar sebuah televisi flat berdiri di atas meja
kamarnya. Dia sempat bertanya kepada saya, “Mak, mimpi itu boleh kan?” Dan
tentu saja saya jawab, “Ya boleh to.” Dia menggambar televisi itu sekalipun
butuh setidaknya beberapa bulan kerja untuk bisa membelinya.
Satu
saat ketika harus melayani dalam sebuah ibadah hamba-hamba Tuhan, saya
melakukan bagian saya seperti yang biasa saya lakukan. Saya datang lebih awal
dari pelayan yang lain, membantu orang-orang di pastori untuk menyapu halaman...
Tidak saya sangka, ketika ibadah hampir selesai dan doorprize dibacakan, saya
mendapatkan sebuah televisi flat, seperti yang digambarkan oleh anak saya. Di situ
ada hadiah-hadiah lain, tapi Tuhan tahu apa yang sedang saya butuhkan saat itu,
sebuah televisi.
Melalui
berkat ini, saya merasa Tuhan ingin mengajar saya, bukan hanya tentang rasa
syukur atas sebuah televisi baru, tapi juga untuk tetap bersyukur atas segala
yang terjadi dan setia dalam hal-hal rohani.
Tuhan
itu sungguh baik, selama-lamanya.