Benih
itu akhirnya muncul, tumbuh dari balik tanah. Ia masih begitu kecil seperti
bayi yang baru lahir. Sementara orang melihatnya tumbuh ke atas, di bawah sang
akar bekerja keras untuk mencari sari-sari makanan agar tunas kecil itu dapat
terus tumbuh dan tumbuh.
Akar
mulai menjalar ke sana ke mari, asalkan didapatinya air dan makanan. Ia
meliuk-liukkan dirinya, menerobos lapisan tanah dan bebatuan, supaya tanaman
yang disangganya dapat terus bertahan. Semakin tanaman itu bertumbuh semakin
tinggi dan besar, semakin besar pula usaha akar untuk menopang dan mencari
makanan ke dalam tanah.
Ketika
tanaman kecil tadi sudah berubah menjadi pohon, dengan daun-daun yang hijau nan
lebat, bunga-bunga yang sesekali bermekaran pada musim-musimnya, dan
ranting-ranting yang dipenuhi dengan buah yang lezat, orang yang duduk di
bawahnya dan menikmati serta memakan buahnya memuji-muji pohon itu. Mereka
merasakan kesejukan, keindahan, dan merasa puas dengan buahnya yang manis.
Di
sisi lain, tidak ada satu orangpun yang memuji akar. Sekalipun akar sudah
bekerja keras sehingga dihasilkanlah pohon yang indah dan subur tadi, tapi ia
tetap tidak terlihat. Ia tetap meluaskan jari-jarinya agar pohon itu tetap
berdiri dengan sehat, kuat, dan megah. Ia tidak merasa tersinggung karena tidak
diingat orang ataupun mendapat pujian. Di tempat yang tersembunyi, akar
memberikan ketulusan dan kerendahan hati kepada batang, dahan, daun, bunga, dan
buah pohon yang dapat menikmati keindahan dan cahaya di luar gelapnya tanah.
Note:
Kita
dapat belajar tentang ketulusan dan kerendahan hati layaknya akar sebuah pohon,
yang bersedia melakukan segala sesuatu tanpa mengharap pamrih dan pujian. Kita
mengerjakan bagian kita dengan sebaik-baiknya, walaupun tidak ada atasan,
karena kita tahu bahwa meski orang tidak mengingat ataupun menghargainya, ada
Tuhan yang melihat dan memberikan imbalan.
0 komentar:
Post a Comment