Seorang
hamba Tuhan sementara menikmati sore yang indah di depan gerejanya. Tidak jauh
dari tempatnya berdiri, ia melihat seorang lelaki kumal mengais-ngais sampah di
samping gerejanya.
Hamba
Tuhan ini memperhatikan lelaki kumal itu, hingga kemudian datanglah seorang
bapak tua yang sudah lama menjadi anggota gerejanya dan bekerja sebagai tukang
sampah di daerah itu hendak mengangkut sampah. Bapak tua yang juga melihat
lelaki kumal tadi tanpa ragu, mendekatinya, mengeluarkan beberapa lembar uang
yang nilainya cukup banyak, dan memberikannya kepada lelaki itu, sambil
mengucapkan beberapa kata yang tidak dapat didengar hamba Tuhan tadi.
Hamba
Tuhan ini merasa sedikit heran, kenapa bapak tua ini begitu mudahnya memberikan
uang kepada orang yang tidak dikenalnya. Saking besarnya rasa ingin tahunya, ia
mendekati bapak ini dan bertanya, “Pak, kenapa Bapak mudah sekali memberikan
uang Bapak kepada orang itu, padahal Bapak tidak mengenalnya? Kami saja di
gereja harus rapat dulu jika kami ingin memberikan sesuatu kepada orang-orang
di sekitar sini. Kami juga harus mendata siapa yang berhak menerima pemberian
kami supaya pemberian itu tidak salah sasaran dan tidak disalahgunakan. Apa Bapak
tidak takut kalau pemberian Bapak itu nanti dipakai untuk minum-minum atau
semacamnya?”
Bapak
tua ini menyimak apa yang disampaikan oleh pendetanya, dan kemudian menjawab, “Ketika
melihat laki-laki kumal itu, hati saya tergerak oleh belas kasihan. Saya tidak
dapat menyangkal dorongan dalam hati saya untuk memberikan uang kepadanya. Saya
hanya merasa digerakkan untuk memberi. Saya berpikir, ‘Mungkin saja laki-laki
itu anak dari seorang ibu, atau suami dari seorang istri, atau ayah dari
seorang anak, yang sedang menantinya pulang membawa makanan.’ Saya tidak tahu
uang itu akan digunakan untuk apa, yang pasti saya sudah memberi seperti hati
nurani saya meminta saya untuk memberi. Seperti yang saya katakan kepadanya, ‘Semoga
uang ini bermanfaat untuk Bapak. Tuhan memberkati.’”
Note:
Saya
tahu kita diberi hikmat untuk mempertimbangkan segala sesuatu, termasuk ketika
kita hendak memberi. Kita berpikir, “Kalau saya memberi uang kepada mereka
(anak-anak pengamen misalnya), itu berarti saya tidak mendidik mereka. Mereka bisa
kesenengan karena dapat uang, dan beli barang yang ‘aneh-aneh’.”
Hal
ini tidaklah salah. Tapi, kita tidak dapat selalu mencari alasan untuk tidak
memberi, apalagi jika Tuhan mendorong kita untuk memberi. Kita hanya bisa berdoa
bahwa Tuhan akan bekerja melalui pemberian kita, bahwa Ia akan memberkati
mereka yang menerima pemberian kita. Jadi, berilah jika Tuhan ingin kita
memberi.
0 komentar:
Post a Comment