April 04, 2013

KRISTEN SEJATI


Beberapa waktu yang lalu saya pergi ke tempat teman saya dengan naik angkutan umum. Sepanjang perjalanan saya merasa sedikit mual. Bagaimana tidak? Supir yang membawa angkutan yang saya naiki menyetir dengan ugal-ugalan. Setiap kali ada kesempatan, dia akan menaikkan kecepatan dan menyetir seperti seorang pembalap; kebut sana, kebut sini, selip sana, selip sini. Saya yang tidak terlalu suka membuang tenaga untuk mengomentari atau menegur bapak itu memilih untuk diam saja, menghela napas, sambil terus memandangi bapak itu dan spion depan dengan tatapan sinis, berharap agar ia dapat mengerti arti tatapan saya, yaitu bahwa saya tidak suka dengan cara menyetirnya. Demikian pula dengan orang-orang yang naik kendaraan dengan saya. Mereka hanya berkata pelan, "Ya, ampun," "Gimana sih, bapak ini?"

Tapi tidak lama kemudian saya merasa sedikit menyesal karena tidak menegur bapak itu karena ketika kami sampai di sebuah perempatan yang ramai dan macet, angkutan kami akhirnya menyerempet bagian depan sebuah mobil mewah (entah itu termasuk mobil mewah atau bukan, yang pasti mobil itu masih bagus sekali, seperti baru, dan terkesan sangat mahal) hingga bempernya lepas. Melihat kondisi mobil itu, tidak heran kalau pengemudinya marah dan meminta supir kami untuk menepi.

Baik supir kami maupun pengemudi itu akhirnya keluar dari mobil dan berbicara serius di pinggir jalan. Pengemudi itu terlihat marah-marah, dan sempat saya dengar bahwa mobil yang dibawanya itu dia pinjam dari bosnya. Namun ada sesuatu yang saya perhatikan dari dirinya, yaitu bahwa ia mengenakan sebuah kaos bertuliskan "Army of God" dengan lambang seekor burung merpati. Dari situlah saya menerka bahwa orang itu adalah seorang Kristen.

Perdebatan itu sedikit berkepanjangan dan saya serta penumpang lainnya dapat melihat bahwa supir kami terdesak. Memang ia bersalah karena telah berusaha menyelip tanpa aturan yang akhirnya berujung pada kecelakaan itu, tapi ia sudah mengaku bersalah dan meminta maaf, juga mencoba menawarkan ganti rugi semampunya, namun pengemudi itu seolah tidak mau dengar. Akhirnya, salah satu penumpang maju untuk menjadi penengah, dan masalah itu terselesaikan dengan supir kami yang akhirnya memberikan semua uang di dompet dan hasil dia narik setengah hari itu.

Apa yang saya pelajari hari itu adalah kesalahan saya karena "malas" dan tidak mau repot untuk menegur supir itu. Kalau saja saya melakukannya, tidak menunggu agar orang lain untuk melakukannya, mungkin saja bapak itu terhindar dari masalah. Selain itu, saya juga melihat seorang Kristen yang seolah tidak mau mengalah atau setidaknya menunjukkan kemurahan hati atas kesalahan orang lain pada dirinya. Sekalipun mengenakan kaos yang membuat mereka yang melihatnya tahu bahwa ia kemungkinan besar seorang Kristen, tapi sikapnya tidak mencerminkan kasih seorang murid Kristus. Kami berdua benar-benar pecundang sejati.

Tuhan mengajarkan kepada kita untuk melakukan hal yang baik, apalagi karena kita tahu itu baik. Jika kita tidak melakukannya, maka kita berdosa. Ia ingin agar setiap orang Kristen menunjukkan kekristenan yang sesungguhnya, tidak hanya berdiam diri membiarkan sesuatu yang buruk terjadi, ataupun memberikan perlawanan karena ia merasa benar dan mempunyai hak untuk melakukannya. Ia menginginkan kasih yang membangun dan mengingatkan, juga penyerahan total di mana kita tidak terpengaruh dengan situasi-situasi yang mendorong kita untuk menuntut. Dan Ia sudah memberikan teladan itu kepada kita melalui hidup yang penuh integritas di depan murid-murid-Nya, juga mulut yang terkunci saat Ia disiksa.

Inilah yang sesungguhnya ada di balik makna Kristen, hidup seperti halnya Kristus telah hidup. Bukanlah hal yang mudah dan jalan yang enak untuk ditempuh. (Tidak heran banyak orang yang memilih untuk mundur dan meninggalkan kekristenan dan Kristus.) Tapi kita yang memutuskan untuk terus maju, memiliki satu pengharapan yang tidak akan pernah mengecewakan. Mereka yang tidak pernah menyerah untuk menjadi Kristen, menjadi seperti Kristus, niscaya akan menerima janji untuk dipersatukan dengan Kristus. Ingatlah, kita akan menjadi satu dengan Kristus. Indah bukan?

Bapa, aku datang kepada-Mu, dengan segala keberadaanku. Aku tidak layak untuk disebut sebagai murid-Mu, tapi kasih-Mu telah benar-benar menangkapku. Aku ini apa, Bapa? Aku ini siapa, Bapa? Aku ini bukan apa-apa, aku ini bukan siapa-siapa, tapi aku telah memutuskan untuk memilih jalan yang sulit ini, untuk menjadi sperti-Mu, untuk bersatu dengan-Mu. Mampukan aku, curahkanlah kasih karunia-Mu melimpah dalamku, karena aku tahu aku adalah debu, yang tidak sanggup melakukan firman-Mu tanpa anugerah-Mu. Bapa, kuserahkan hidupku kepada-Mu. Di dalam Yesus Kristus, Amin.

dan hiduplah di dalam kasih, sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harum bagi Allah.
Efesus 5:2

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright © Renungan Harian Maranatha Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger