May 23, 2013

DI TANGAN PENJUNAN


Tanah liat, jika tetap dibiarkan di kolamnya, atau diabaikan begitu saja di tepi-tepi jalan, akan tetap menjadi tanah liat yang tidak ada artinya. Akan tetapi, jika tanah liat itu berada di tangan yang tepat, dan bersedia dibentuk melalui proses yang panjang dan menyakitkan, maka ia akan menjadi manfaat bagi penggunanya. Tidak hanya itu saja, ia akan memiliki yang lebih dari sekedar berharga.

Tahukah Anda, proses seperti apa yang harus dilalui tanah liat hingga menjadi keramik-keramik yang bermanfaat bahkan bernilai tinggi?

Tanah liat harus diremas, ditekan, bahkan dipukul. Ia akan diputar lalu dihancurkan lagi, jika perlu, demi mendapatkan hasil terbaik dan sempurna. Ia akan diukir, dipoles, dijemur, dan dibakar beberapa kali dalam tungku dengan panas mencapai 1000 derajat celcius. Semua itu harus dilalui tanah liat, agar ia menjadi barang yang bermanfaat bahkan bernilai.

Kalau saja tanah liat itu bisa berbicara, ia mungkin akan menjerit kesakitan di setiap kesempatan. Dan jika ia memilih untuk menyerah, ia bisa berkata kepada pembuatnya, "Hentikan! Cukup sampai di sini saja!" Tetapi, akibatnya adalah, ia tidak akan pernah menjadi barang yang ada dalam impian pembuatnya, yaitu keramik-keramik yang berguna dan bernilai.

Hidup kita sekarang ada di tangan sang Penjunan tertinggi. Ia sementara meremas, menekan, memutar, mengukir, bahkan membakar kita dalam ujian dan masalah, dengan maksud agar kita menjadi sesuatu sebagaimana yang ada dalam pikiran-Nya. Bedanya dengan tanah liat, kita bisa berbicara. Kita bisa meminta Allah untuk menghentikan proses-Nya dalam hidup kita. Tapi ingatlah, jika kita melakukannya, kita tidak akan menjadi sesuatu yang bernilai, kita hanya akan berhenti sampai di sini saja. Sebaliknya, jika kita berserah pada rencana dan proses Allah, Ia akan menjadikan kita lebih indah dan bernilai dari yang pernah kita bayangkan.

Bapa, terima kasih untuk proses hidup yang sedang Engkau kerjakan dalam diriku. Ajarku berserah dan tunduk sepenuhnya pada rencana-Mu. Kalau aku mengeluh, ampunilah aku. Kalau aku berontak, kasihanilah aku. Tapi, selesaikan karya-Mu dalam hidupku, Bapa, karena aku ingin menjadi seperti yang Kau mau, mulia dan berharga. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Amin.

Tetapi sekarang, ya TUHAN, Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu.
Yesaya 64:8

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright © Renungan Harian Maranatha Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger