January 15, 2013

KASIH BAPA


Pernahkah Anda menonton film “Taken”? Para penggemar film barat mungkin sudah tidak asing dengan film ini, karena sekuelnya, “Taken 2”, juga sudah beredar bebas di pasaran. Bagi yang belum pernah melihatnya, film ini bisa jadi referensi yang menarik untuk Anda. Namun kenapa film ini menarik perhatian saya dan saya rekomendasikan untuk Anda?

Film ini berkisah tentang seorang ayah yang berusaha mati-matian untuk menyelamatkan anak gadis satu-satunya yang saat itu menjadi korban penculikan dan perdagangan manusia ketika ia bersama seorang temannya tengah berlibur ke Paris. Keberanian dan cinta sang ayah begitu menyentuh hati saya sehingga saya dapat berkata, “Jika ada hari ibu, seharusnya juga ada hari ayah!”

Sebenarnya kata-kata ini tidak mudah keluar dari mulut saya, mengingat hubungan saya dengan ayah saya tidak begitu dekat. Gambaran seorang anak perempuan yang bisa lekat dan terbuka dengan ayahnya belum dapat menjadi gambaran tentang saya dan ayah.

Ada waktu-waktu di mana saya sangat membenci dan tidak dapat memaafkan beliau, yaitu ketika beliau “misuh-misuh”, mengeluh, marah-marah, tanpa ada alasan yang berarti. Beliau memang tidak pernah memukul ataupun melukai tubuh fisik saya, tapi keadaan yang berlangsung seumur hidup itu sangat melukai hati saya. Seorang hamba Tuhan pernah berkata bahwa kita dapat menemukan sosok Bapa (sorga) lewat sosok bapa kita yang ada di dunia. Dalam hati saya bertanya, “Bapa, kapan saya bisa menemukan sosok seperti itu dalam diri ayah saya?”

Saya pernah bertanya kepada ibu saya, “Bagaimana ibu bisa sabar menghadapi ayah?” – mengingat beliau adalah orang yang paling saya kagumi kesabarannya di dunia, dan beliau menjawab, “Bagaimanapun juga dia tetap suami ibu... ayah kamu. Dulu ibu mencintainya, sekarang pun ibu mencintainya... termasuk kelebihan dan kekurangannya. Ibu percaya Tuhan sanggup mengubahkan ayahmu, asal kita terus bersabar, dan berdoa. Sabar ya, nduk.”

Setiap kali saya marah kepada ayah, pertanyaan itu selalu terulang lagi dan lagi. Sampai saatnya Tuhan menjawab lewat perenungan saya. Dia ingin saya mengasihi ayah saya, mengampuninya, memberkatinya, mendoakannya, menyebut namanya dalam doa-doa saya, dan tetap melakukannya dengan setia.

Sekarang saya belajar, sedikit demi sedikit untuk lebih mengasihi ayah saya; mengingat kebaikan-kebaikannya lebih daripada mengingat keburukannya. Memang belum bisa menyembuhkan luka itu sepenuhnya, tapi... saya sudah memutuskan, saya tidak akan pernah menyerah untuk mengasihi ayah saya dengan kasih Bapa sorgawi yang juga tidak pernah menyerah untuk mengasihi saya.

Bapa di sorga, terima kasih untuk orang tuaku, terima kasih untuk ayahku. Berkati dia. Kasihilah dia lebih dari sebelum-sebelumnya dengan kasih-Mu yang tak bersyarat. Aku tahu bahwa satu hari aku akan melihat-Mu dalam dirinya, Amin.

Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal,
sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu.
Yeremia 31:3b

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright © Renungan Harian Maranatha Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger