January 16, 2013

MY DOCTOR



Semester pertama kuliah sungguh menyenangkan, seperti mimpi yang akhirnya terwujud. Sekalipun melelahkan, karena masih harus bekerja di satu tempat dan memberi les privat di tempat lain, minggu-minggu itu tidak pernah jadi minggu yang membosankan.

Meski semangat berkobar tak terhenti, tapi tubuh ini ternyata tidak lagi mampu menahan letih. Saya jatuh sakit. Suhu badan saya naik turun selama beberapa hari. Karena sudah memasuki minggu UAS, saya tetap saja masuk kuliah. Untungnya, setiap pagi suhu badan saya turun hingga normal, jadi saya masih punya tenaga untuk mengayuh sepeda ke kampus. Tapi begitu matahari meninggi, suhu badan saya juga ikut tinggi.

Begitu UAS selesai saya langsung tidak datang ke kampus. Ibu mengajak saya untuk memeriksakan diri di bidan dekat rumah kami, sayapun mendapat rujukan untuk cek darah atau langsung memeriksakan diri ke rumah sakit. Rumah sakit? Tempat ini jadi pilihan terakhir saya. Alhasil, saya cek darah dan dari situ diketahui bahwa saya terkena typhus.

Sekalipun mendapat saran untuk rawat inap, saya memutuskan istirahat di rumah saja – tidak dapat saya bayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan di rumah sakit, bayar kuliah sendiri saja sudah ngos-ngosan. Saya juga yakin, Tuhan sanggup menyembuhkan saya meski saya tidak dirawat di rumah sakit.

Dengan kesabaran ibu saya untuk merawat dan mendoakan saya, saya semakin membaik. Puji Tuhan, saya juga tidak rewel soal makanan. Meski hanya bubur dan air putih, saya lahap semua. He he... akhirnya saya sembuh!

Sejak itu saya lebih menghargai waktu-waktu yang saya miliki untuk istirahat. Saya menjaga jam makan, dan semakin menyukai air putih sampai sekarang. Tapi lebih dari pada itu, saya melihat kebaikan Tuhan dalam hidup saya. Tuhan itu sungguh amat baik. Dia bisa menjadi segalanya, termasuk dokter saya.

0 komentar:

Post a Comment

 

Copyright © Renungan Harian Maranatha Design by BTDesigner | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger